Manusia Sebagai Mahluk Sosial
1. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk
sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda
satu dengan yang lain , dengan fikiran dan kehendaknya yang bebas. Kebutuhan
rohani (agama) adalah kebutuhan yang tidak terpisahkan bagi manusia, karena
menyangkut hubungan dengan Tuhannya.
Menurut KBBI agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Di Indonesia terdapat beberapa agama diantaranya Islam, Kristen, Budha,
Hindu dan sebagainya. Sebagai mahkluk sosial, manusia sudah sepatutnya untuk
hidup rukun di dunia diantara umat yang berbeda.
2. PERMASALAHAN
1.
Apakah yang dimaksud dengan ukhuwah?
2. Apa saja
jenis-jenis ukhuwah?
3. Bagaimana
ukhuwah dijelaskan dalam Alquran?
4. Bagaimana
usaha untuk mewujudkan ukhuwah dalam kehidupan sehari-hari?
5. Bagaimanakah batasan persaudaraan dengan umat non muslim?
6.
Apa contoh kasus tentang kemunduran ukhuwah islamiah?\
3. PEMBAHASAN
3.1 Pengeritan Ukhuwah
Ukhuwah berarti persaudaraan, artinya perasaan simpati dan empati antara
dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan
yang sama suka maupun duka. Jalinan perasaan itu menimbulkan timbal balik untuk
saling membantu apabila pihak lain mengalami kesulitan dan sikap saling membagi
kesenangan apabila mendapatkan.
3.2
Jenis-jenis Ukhuwah
Ukhuwah
terdiri dari tiga yaitu, ukhuwah
islamiah, ukhuwah wathoniyah, ukhuwah insaniah (basyariyah).
Ukhuwah
islamiah
yaitu persaudaraan antara sesama umat islam tanpa dibatasi suku, ras,
kenegaraan dan aspek-aspek yang lainnya. Persaudaraan sesama muslim berarti
saling menghormati dan menghargai relativitas masing-masing sebagai sifat dasar
kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran, sehingga tidak menjadi penghalang
untuk membantu atau menolong. Karena diantara mereka disatukan oleh satu
keyakinan dan jalan hidup yaitu Islam. Agama Islam
memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim
terjalin dengan kokoh. Sebagaimana disebutkan dalam QS. 49 (Al-Hujarat) ayat 10 yang artinya :
“orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah antara kedua
saudaramu itu dan takutlah kepada Allah,
supaya kamu mendapat rahmat”
Sesama umat Islam, hendaklah saling membantu, saling
tolong-menolong agar terwujud kehidupan yang harmonis untuk menegakkan ajaran
Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. 3 (Ali
Imran) ayat 103 yang artinya:
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk”
Ukhuwah Insaniyah berarti bahwa
persaudaraan sesama manusia secara universal tanpa membedakan agama, suku, ras
dan aspek kekhususan lainnya. Semua umat manusia itu adalah makhluk Allah,
sekalipun Allah memberikan petunjuk kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi
Allah juga memberikan kebebasan kepada semua manusia untuk memilih jalan hidup
berdasarkan akalnya. Karena itu sejak awal penciptaan, Allah tidak menetapkan
manusia sebagai satu umat. Itulah fitrah manusia sebagaimana yang dijelaskan
dalam Alquran surat 5 Al-Maidah ayat
48 yang artinya:
“ dan Kami telah
turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami
berikan aturan dan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya Allah
dijadikannya satu umat tetapi Allah hendak menguji kamu atas pemberian-Nya
kepadamu. Maka berlomba-lomba lah kamu dalam kebaikan. Hanya kepada Allah
kalian dikembalikan. Lalu diberitahukan kepada mu apa yang telah kamu
perselisihkan”
Adapun tujuan penciptaan manusia dari berbagai jenis
dan bangsa yang berbeda adalah supaya kita saling mengenal satu sama lain,
sebagaimana firman Allah dalam surat 49 Al-Hujurat
ayat 10 yang artinya:
“Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu sekalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan kami
jadikan kalian berbagai suku dan bangsa supaya kalian saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orang
yang paling bertaqwa diantara kalian.”
Prinsip kebebasan itu menolak pemaksaan suatu agama
oleh otoritas manusia manapun, bahkan Rasulullah SAW pun dilarang Allah
melakukannya. Allah berfirman dalam QS.2 Al-Baqarah
ayat 103 yang artinya :
“ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dan QS. 10 Yunus ayat 99 yang
artinya :
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah
beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak)
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?“
Perbedaan agama yang terjadi di antara umat
manusia merupakan konsekuensi dari
kebebasan yang diberikan Allah, maka perbedaan agama itu tidak menjadi
penghalang bagi manusia untuk saling berinteraksi sosial dan saling membantu,
sepanjang masih dalam kawasan kemanusiaan.
Ukhuwah
Wathoniyah, persaudaraan dalam hubungan sosial antara
orang-orang dari bangsa yang sama, meskipun dalam orientasi keagamaan yang
berbeda, kelompok etnis atau suku yang berbeda, Semua itu
adalah saudara yang perlu untuk dijalin, karena kesamaan bangsa. Sebagaimana
sabda Rasulullah yang artinya “cinta
tanah air adalah sebagian dari iman.”
Sebagai seorang
muslim, harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengaktualisasikan ketiga macam
ukhuwah tersebut dalam kehidupan
sehari-hari, apabila ketiganya terjadi bersamaan, maka yang harus kita prioritaskan adalah ukhuwah islamiah, karena menyangkut kehidupan dunia dan akhirat
3.3
Petunjuk Alquran mengenai Ukhuwah
Proses berlangsungnya atau bagaimana diterapkannya ukhuwah ini tentunya tak lepas dari
persamaan yang dimiliki antar pihak sebagai faktor penunjang yang secara signifikan membentuk
persaudaraan. Semakin banyak persamaan yang ada, baik kesamaan rasa maupun
kesamaan cita-cita atau target capaian, maka ukhuwah yang terjalin cenderung
menguat. Ukhuwah umumnya melahirkan
aksi solidaritas, dapat berupa aksi yang positif dan negatif. Contoh ukhuwah yang melatarbelakangi sebuah
aksi positif yakni ketika terjadi banjir misalnya, sebuah kelompok masyarakat
yang sebelumnya mungkin berselisih paham atau tidak akur antar anggotanya, dapat
timbul ukhuwah saat semuanya menjadi
korban banjir. Banjir ini menyatukan perasaan mereka, berupa rasa sama-sama
menderita dan sepenanggungan. Kesamaan rasa itulah yang kemudian memunculkan
kesadaraan untuk saling membantu. Sedangkan contoh ukhuwah yang berakibat aksi negatif ialah pemberontakan oleh
sekelompok orang terhadap pemerintahan, akibat rasa persaudaraan yang timbul
sesama mereka karena berbagai motif, seperti landasan atau paham Islam yang
melenceng sehingga menimbulkan tindakan pengeboman oleh kalangan teroris.
Di dalam Alquran, terdapat
penjelasan atau petunjuk mengenai pelaksanaan ukhuwah sebagaimana mestinya, sehingga bentuk aksi yang negatif
dapat terhindari. Berikut adalah beberapa poin pedoman ukhuwah yang disebutkan dalam kitab suci tersebut:
Tetaplah berkompetisi
secara sehat dalam melakukan kebajikan, meski berbeda agama, ideologi, maupun
status. “Janganlah berpikir untuk menjadikan manusia tersatukan dalam
keseragaman, dengan memaksa orang lain untuk berpendirian seperti kita
misalnya, karena Allah menciptakan perbedaan itu sebagai rahmat, untuk menguji
siapa di antara umatNya yang memberikan kontribusi terbesar dalam kebaikan.” (QS
5:48)
Amanah atau tanggung
jawab sebagai khalifah Allah di bumi harus senantiasa dipelihara, mengingat
manusia memiliki keharusan menegakkan kebenaran dan keadilan (QS 38:26) serta
menjaga keseimbangan lingkungan alam. (QS 30:41).
Kuat pendirian, namun
tetap menghargai pendirian orang lain. “Lakum dinukum waliyadin” (QS 112:4), tidak perlu bertengkar dengan asumsi bahwa kebenaran
akan terbuka nanti di hadapan Allah (QS 42:15).
Meski terkadang kita
berbeda ideologi dan pandangan, tetapi harus berusaha mencari titik temu, “kalimatin sawa”, tidak bermusuhan,
seraya mengakui eksistensi masing-masing (QS 3:64).
Tidak mengapa bekerja
sama dengan pihak yang berbeda pendirian, dalam hal kemaslahatan umum,
atas dasar saling menghargai eksistensi, berkeadilan dan tidak saling
menimbulkan kerugian (QS 60:8). Dalam hal kebutuhan pokok (mengatasi kelaparan,
bencana alam, wabah penyakit, dsb) solidaritas sosial dilaksanakan tanpa
memandang agama, etnik, atau identitas lainya (QS 2:272).
Tidak memandang rendah
(mengolok-olok) kelompok lain, tidak pula meledek atau membenci mereka (QS
49:11).
Jika ada perselisihan
diantara kaum beriman, penyelesaian yang akan dirumuskan haruslah merujuk
kepada petunjuk Al Qur'an dan Sunnah Nabi (QS 4:59).
Al Qur'an menyebut bahwa
pada hakekatnya orang mu'min itu bersaudara (seperti saudara sekandung), “innamal mu'minuna ikhwah” (QS 49:10). Hadist
Nabi bahkan memisalkan hubungan antara mukmin itu bagaikan hubungan
anggota badan dalam satu tubuh dimana jika ada satu yang menderita
sakit, maka seluruh anggota badan lainnya solider ikut merasakan sakitnya
dengan gejala demam dan tidak bisa tidur misalnya. Nabi juga mengingatkan bahwa
hendaknya di antara sesama manusia, tidak ada pikiran negatif
(buruk sangka), tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tidak saling
mendengki, tidak saling membenci, tidak saling membelakangi, tetapi
kembangkanlah persaudaraan (HR. Abu Hurairah).
Meski demikian,
persaudaraan dan solidaritasnya harus berpijak kepada kebenaran, bukan
mentang-mentang saudara lalu buta terhadap masalah. Alquran mengingatkan kepada orang mu'min, agar
tidak tergoda untuk melakukan perbuatan melampaui batas ketika orang lain
melakukan hal yang sama kepada mereka. Sesama mukmin diperintakan untuk
bekerjasama dalam hal kebajikan dan taqwa dan dilarang bekerjasama dalam
membela perbuatan dosa dan permusuhan, ta'awanu
'alal birri wat taqwa wala ta'awanu 'alal itsmi wal 'udwan. (QS 5:2).
3.4 Langkah dalam Mewujudkan Kerukunan antar Umat Beragama
Indonesia yang multikultural
terutama dakam hal agama membuat Indonesia menjadi sangat rentang terhadap
konflik antar umat beragama.Maka dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama
sangatlah penting. Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama
agar terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam
masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:
1. Menghilangkan perasaan curiga atau
permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga
dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang
lain.
2. Jangan menyalahkan agama seseorang
apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal
terorisme.
3. Biarkan umat lain melaksanakan
ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap saling
menghormati.
4. Hindari diskriminasi terhadap agama
lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan,
lapangan pekerjaan dan sebagainya.[9]
Dengan
memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut
hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus
bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas
dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa
terwujud
3.5 Batasan Persaudaraan dengan
Umat Non Muslim
Pengertian Non-muslim sangat
sederhana, yaitu orang yang tidak menganut agama Islam. Tentu saja maksudnya tidak mengarah pada suatu
kelompok agama saja, tapi akan mencakup sejumlah agama dengan segala bentuk
kepercayaan dan variasi ritualnya. Alquran menyebutkan
kelompok non muslim ini secara umum seperti
terdapat dalam surat Al-Hajj, ayat
17. dan surat Al-Jasiyah, ayat
24, sbb:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin,
orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan
memberi Keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu”.
“Dan
mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain
masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu,
mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.
Ajaran Islam
menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun)
dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan
agama. Dengan kerjasama dan tolong menolong tersebut diharapkan manusia bisa
hidup rukun dan damai dengan sesamanya.
Kerukunan dalam Islam
diberi istilah "tasamuh" atau toleransi. Sehingga yang di
maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam
bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas
dan tegas di dalam Alquran dan Al-Hadits.
Dalam bidang aqidah atau keimanan seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam
adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan firman
Allah SWT. dalam Surat Al-Kafirun
(109) ayat 1-6 yang artinya sebagai berikut:
"Katakanlah, " Hai
orang-orang kafir!". Aku tida menyembah apa yang kamu sembah. Dan tiada
(pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang
biasa kamu sembah Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu
agamamu dan bagiku agamaku".
Sikap inkritisme dalam
agama yang menganggap bahwa semua agama adalah benar hal ini tidak sesuai dan
tidak relevan dengan keimanan seseorang muslim dan tidak relevan dengan
pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan Islam
sangat menekankan prinsip toleransi atau kerukunan antar umat beragama. Apabila
terjadi perbedaan pendapat antara anggota masyarakat (muslim) tidak perlu
menimbulkan perpecahan umat, tetapi hendaklah kembali kepada Alquran dan Al-Hadits.
Dalam sejarah
kehidupan Rasulullah SAW., kerukunan sosial kemasyarakatan telah ditampakkan
pada masyarakat Madinah. Pada saat itu rasul dan kaum muslim hidup berdampingan
dengan masyarakat Madinah yang berbeda agama (Yahudi danNasrani). Konflik yang
terjadi kemudian disebabkan adanya penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi)
yang melakukan persekongkolan untuk menghancurkan umat Islam.
Persaudaraan antara umat Islam
dengan Umat non Islam ini sudah diatur oleh Alquran
di dalam surat Al-Kafirun. "Lakum dinukum waliyadin" yang artinya
“Untuk kamu Agama
kamu untuk kamu agama saya untuk saya". Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam
dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan
masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab
secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat
dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al Quran dan
As sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam
secara konsekwen ddapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran
yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa, nilai-nilai ajaran Islam menjadi
sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu
kesatuan kkebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu
etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya
setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal.
Universalisme Islam
dapat dibuktikan anatara lain dari segi agama dan sosiologi. Dari segi agama,
ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip
kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk
bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke
dalam suatu masyarakat yang homogin hanya dengan tindakan yang sangat mudah, yakni
membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam
bidang sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang
merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi
sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua
manusia agar mereka menganut agama Islam, dan dalam tingkat yang lain ditujukan
kepada umat Islam secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang
harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan
suatu akibat wajar dari ajaran Al Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam.
Melihat Universalisme
Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada
kemanusiaan secara universal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan, dan
keadilan dengan mengedepankan peredamaian, menghindari pertentangan dan
perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian
tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat
manusia secara universal dengan tidak mengenal suku, bangsa dan agama.
Hubungan antara
muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali
bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut
merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri pihak lain, tetapi
aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik.
Kerja sama antar umat
bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak
dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang
ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang
berada dalam ruang lingkup kebaikan.
3.6 Studi Kasus Tentang Kemunduran Ukhuwah Islamiah
a. Akhir-akhir
ini sering dikejutkan konflik bernuansa sosial maupun politik. Jika hal ini
terus berlanjut, dapat dipastikan akan merusak sendi-sendi ukhuwah dan
sekaligus mengancam seutuhan bangsa. Jika kita perhatikan mereka yang terlibat
konflik masih satu agama, kalaupun beda agama masih satu bangsa. Sepertinya
kesamaan agama maupun kesamaan bangsa tidak lagi menjadi simpul perekat
persaudaraan atau ukhuwah diantara mereka hanya kepentingan-kepentingan
individu dan golongan membuat mereka menutup mata dan mengorbankan ukhuwah dan
keutuhan bangsa.
Masalah pertama
adalah perpecahan dalam satu agama satu bangsa, seperti kudeta yang sedang
melanda negara Islam di timur tengah. Masalah kedua yaitu perpecahan satu agama
namun berbeda bangsa. Seperti perebutan wilayah antara negara Indonesia dengan
Malaysia yang sedang memanas. Padahal kedua negara ini notabene masih negara
dengan komunitas Islam terbesar. Islam adalah
agama yang cinta perdamaian, tetapi akhir-akhir ini Islam diidentikan terorisme
dan kekerasan. Hal ini menjadi tantangan para ulama di Indonesia menghadapi
gerakan terorisme bukan hanya untuk mengembalikan citra islam yang diidentikkan
dengan kekerasan, tapi juga bagaimana mengurangi aksi-aksi kekerasan. Mengingat
terorisme adalah dampak dari kekeliruan memahami teks-teks agama disertai
konteks kebijakan global negara-negara barat yang tidak adil, maka program
melawan kekerasan itu tidak hanya diarahkan pada pelurusan terhadap paham
keagamaan kaum muslim, tetapi juga harus berupaya menciptakan tatanan global
yang adil.
Genderang
perang melawan kekerasan sampai pada titik tertentu menjadikan Islam sebagai
pusat perhatian masyarakat international. Hal ini disebabkan dua hal yaitu:
kekerasan membuat masyarakat dihantui rasa takut dan agama Islam dijadikan
pembenar atas aksi-aksi kekerasan. Tentu pandangan ini menyebabkan masyarakat
barat menganggap Islam mengajarkan kekerasan dan terorisme. Tentu pandangan
masyarakat barat ini membuat "sakit hati" kaum muslim. Padahal Islam
mengajarkan sikap sopan santun dan berbuat baik pada semua seorang, kecuali
yang memusuhi agama Islam. Mayoritas masyarakat muslim Indonesia ramah, dan
santun. Makanya di masa lalu Islam masuk Indonesia dengan jalan yang damai,
tidak masuk dengan jalan peperangan seperti di tempat lain di dunia.
Makanya
sangat lucu kalau Islam diidentikkan dengan kekerasan dan terorisme. Apalagi
kalau itu dikaitkan dengan keadaan umat Islam Indonesia yang sangat ramah dan
santun. Jelas tuduhan bahwa Islam adalah agama yang keras dan identik dengan
terorisme tidak berdasar. Mungkin hanya karena ulah sekelompok oknum tertentu
yang menamakan gerakan Islam yang radikal, maka Islam dikatakan teroris.
Sungguh kesimpulan yang tidak berdasar dan hanya sebuah rekayasa wacana yang
sangat mendiskreditkan Islam itu sendiri.
Mestinya
kalangan pelaku teror menganggap bahwa jalan kekerasan merupakan pilihan
melawan ketidakadilan barat atas kaum muslim, namun menurut Syafii Maarif
radikalisme umumnya berakhir dengan malapetaka dan bunuh diri. Sebab, prinsip
kearifan dan lapang dada yang diajarkan agama tidak lagi dihiraukan dalam mengatur
langkah dan strategi. Sejarah perjuangan Rasul yang pahit dan getir, tapi
ditempuh dengan ketabahan, seharusnya menginsafkan umat Islam bahwa cara-cara
radikal-emosional akan membawa kita kepada kegagalan dan kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Alquran
Hidayatullah,
Syarif. 2006. “Makalah Prinsip Hubungan
Muslim dengan Non-Muslim dalam Pandangan Islam”. Jakarta: DEPAG RI.
http://www.scribd.com/doc/78141247/Kerukunan-Antar-Umat-Beragama
http://www.scribd.com/doc/33833392/Kerukunan-Antar-Umat-Beragama
Prof. Dr. M.Abudh, dkk, 2009. “Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam pada Pergruan Tinggi”.
Jakarta : Departemen Agama
Wahyuddin, Achmad,
dkk. 2009. “Pendidikan Agama Islam
untuk Perguruan Tinggi”. Jakarta: Grasindo
No comments:
Post a Comment